bukti sejarah pertama ada di kakawin Arjunawiwaha, yang ditulis oleh Empu Kanwa di abad ke 11 Masehi (1019 - 1042) - ini di jaman kerajaan Kahuripan
Pupuh 25 Śārdūlawikrīḍita
baris 6
wyartha ng jantra panah galah kasĕsĕkan tan paprayogâkabĕt
anghing kadga gadângĕnê silih arug ring tomara mwang tuhuk
anyat mānahut angdĕdĕl paḍa silih bandhâlupêng sañjata
akweh māti silih tĕkĕk patĕh ikang patrĕm lawan kris pamök
pupuh ini menggambarkan situasi perang jarak dekat yang brutal
saya terjemahkan secara longgar
"alat-alat perang mereka, panah dan tombak tidak berguna dalam situasi pertempuran yang sangat dekat
hanya pedang dan gada yang masih efektif digunakan, diantara medan perang dimana lainnya saling tusuk dengan tombak
yang lainnya bergulat dengan buas, saling gigit dan melupakan senjata mereka
banyak yang mati karena cekikan (saling mencekik), dimana keris dan keris kecil (patrem) mereka patah sudah"
Jadi dari abad ke 11 sudah sangat jelas Keris dipakai untuk bertempur di medan perang
lanjut
memang ada catatan dari Tome Pires bahwa pria harus memiliki senjata keris dan dalam pengertian siap dimobilisasi untuk perang, tapi mari kita lihat yang JELAS dipakai perang saja
kenalkan, pria besar berbaju merah itu adalah François Tack, dia adalah orang Belanda, perwira VOC yang ikut mendukung Raja Amangkurat II dari Mataram.
Dia akhirnya tewas dalam pertempuran tanggal 8 Februari 1686, dibunuh oleh Untung Suropati
perhatikan gambar diatas, di bawah kaki Tack ada keris2 bengkok rusak, dimana Tack digambarkan berpostur besar, lebih besar dari orang Jawa di kanannya. Untung Suropati berbaju putih membawa keris dan sejarah mengatakan Tack terbunuh oleh Untung Suropati
Bukti kedua yang sangat jelas kalau keris dipakai dalam peperangan
mari kita lanjut ke masa yang lebih dekat, ke era Perang Jawa (perang Diponegoro)
memang Pangeran Diponegoro digambarkan berkeris bahkan para panglimanya juga bawa keris
tapi apa benar dipakai dalam pertempuran ?
Seorang veteran perang tersebut dari sisi Belanda, François Victor Henri Antoine ridder de Stuers (1792-1881), ajudan mayor dan menantu Jendral H.M. de Kock menulis
Patung dada dan kepala François V.H.A. de Stuers (1792-1881) door Alphonse de Stuers
“The most ubiquitous weapon was the Javanese stabbing dagger (kris). Mounted at the end of a length of thick bamboo, this made a very serviceable pike or lance which could be used to dismount Dutch cavalry before they could reload their carbines (Louw and De Klerck 1894-1909, II:380; pp. 7, 332). De Stuers went on to describe how Javanese peasants could move easily from their agricultural duties to participating in local ambushes of Dutch and Indonesian troops. They did this by keeping their kris blades always at their side, usually secreted in the folds of their short trousers or loin cloths while they worked their fields. During a military action they would prepare themselves as pikemen by mounting this weapon on a bamboo stave. When the ambush was over, they would break the shaft of their weapon, remove the kris blade and melt back into the countryside resuming their previous identities as peaceable peasant cultivators”
Dia menjelaskan bahwa keris dipakai oleh simpatisan Diponegoro untuk menyerang kavaleri Belanda
Inilah bukti ketiga bahwa keris dipakai di medan perang
Mari kita lanjutkan
keterangan foto "CF 1071. Wing Commander B A Boulton and men of 1308 Wing Royal Air Force Regiment inspect native weapons found after searching a Kampong (village) in Java"
Jadi ini RAF membantu menyisir dan mencari senjata yang dipakai oleh pejuang kita dan menemukan … KERIS
saya sendiri memiliki sebuah kisah yang diceritakan oleh cucu seorang pejuang, bahwa Kakeknya (HS) berpartisipasi pada pertempuran lima hari di Semarang (15 Oktober 1945 - 19 Oktober 1945), secara spesifik di medan tempur Lawang Sewu.
Beliau ini dikisahkan cucunya sebagai pribadi yang unik, yang tidak mempercayai senjata api, jadi dia berangkat dari rumah hanya bermodalkan keris.
Dan dari kisah beliau yang berhasil merampas pedang perwira Jepang (type 98 Shin gunto) dengan membunuh pemilik terdahulunya, dimana pedang tersebut sekarang saya rawat, kita bisa menyimpulkan bahwa beliau cukup mahir menggunakan kerisnya dalam medan perang
No comments:
Post a Comment