Saturday, November 26, 2022

ALASAN MENGAPA DIEGO MARADONA LAYAK MEMILIKI GELAR LEGENDA SEPAK BOLA DUNIA


Diego Armando, sudah jadi nama yang mendefinisikan Argentina. Maradona adalah Argentina, Argentina adalah Maradona. Tuhan sudah mengaturnya demikian saat Dia meminjamkan tangan-Nya di tahun 1986.

Maradona memang bukan hanya soal skill bermain bola saja; bukan tentang piala-piala, bukan tentang gol-gol indah, bukan tentang Napoli, bukan tentang Buenos Aires, bukan tentang kontroversi. Di atas semua, ia adalah karakter. Messi mungkin mengoleksi trofi lebih banyak dari Maradona, CR7 mungkin mencetak lebih banyak gol dari Maradona. Tapi bicara karakter, hanya ada satu Maradona dan ia tak mungkin bisa direplikasi.

Beberapa yang terlihat dari karakter tersebut, saya rekam dari beberapa kiprahnya di ajang Piala Dunia.

Piala Dunia 1982: Bisa dibilang salam perkenalan pertama Maradona kepada dunia. Walaupun Argentina tidak tampil terlalu baik sebagai juara bertahan tapi si "mungil" Maradona berhasil menarik perhatian semua orang lewat aksi-aksinya. Di laga melawan Italia, bek-bek Italia harus jatuh bangun menjaga pemain yang satu ini. Bek Claudio Gentile yang ditugasi mengawal ketat Maradona total melakukan 23 pelanggaran terhadapnya dari mulai tackle sampai menjambak rambut, menyikut wajah, dan mendorong badan. Maradona harus "tersiksa" sepanjang pertandingan karena ia memang sulit dihentikan. Komentar Gentile yang terkenal adalah, "Sepakbola bukan untuk balerina" — yang menyindir Maradona karena terus mengeluh ke wasit.

Setelah diospek Italia, berikutnya Maradona berhadapan dengan musuh bebuyutan Brazil. Argentina harus kalah telak di laga itu tapi Maradona tidak sudi begitu saja menerima kekalahan. Di pertandingan itu ia sengaja menendang bagian bawah perut Joao Batista yang sedang mengawalnya dari belakang. Wasit langsung mengacungkan kartu merah. Yang kasihan adalah saat itu Batista baru 1 menit masuk jadi pemain pengganti. Maradona tidak menyesali aksinya tersebut, bahkan dengan santai berkomentar: "Niat saya sebenarnya adalah menendang Falcao" — pemain Brazil lain yang ada di lapangan.

Piala Dunia 1986: Ya, ini adalah Piala Dunia-nya Maradona. Di sini ia mengangkat trofi. Lalu ada Gol Tangan Tuhan. Lalu ada Goal of the Century. Semua orang sudah tahu itu dan semuanya masih sering dibicarakan sampai sekarang. Tapi ada satu cerita yang memperlihatkan karismanya sebagai seorang pemain dan kapten tim. Sebelum main melawan Inggris, pelatih Carlos Bilardo merasa kalau jersey timnas Argentina kurang bagus menyerap panas, sehingga ia menyuruh stafnya untuk mencarikan bahan jersey yang cocok di semua toko olahraga di Mexico City.

Akhirnya ada dua opsi jersey yang dibawa ke hadapan Bilardo, tapi ia malah bingung menentukan pilihan. Akhirnya Diego Maradona datang dan menunjuk salah satu jersey, “Itu jersey yang bagus. Kita bisa mengalahkan Inggris dengan memakai itu.” Dan terpilihlah jersey warna biru mengkilat dengan kerah putih model v-neck yang kemudian membawa Maradona mengalahkan Inggris dengan gol Tangan Tuhan dan gol dribbling dari tengah lapangannya.

Piala Dunia 1990: Maradona menggunakan tangannya lagi, kali ini untuk menghalau bola tendangan pemain Uni Soviet agar tidak masuk ke gawangnya, dan ia berhasil lolos dari hukuman karena wasit kurang jeli melihat gerakan tangannya. Ia juga sukses mengantar timnya melaju lagi ke babak final dua kali berturut-turut.

Momen menarik terjadi sebelum kick-off final dimulai, di mana ia dan rekan-rekannya berjejer menyanyikan lagu kebangsaan. Saat lagu diputar banyak penonton yang bersorak dan mencemooh tim Argentina. Kamera menyorot para pemain Argentina satu per satu dan ketika mengarah ke Maradona, cemoohan penonton makin nyaring. Sadar dirinya disorot di big screen, dan ke layar televisi di seluruh dunia, Maradona menggunakan kesempatan itu untuk mengucapkan "Hijos de puta". Ia mengucapkannya dua kali, dan gerakan bibirnya sangat jelas menyebutkan "Hijos de puta" atau "Sons of bitches" kepada semua penghinanya yang hadir di stadion, di rumah, atau di manapun mereka berada. Ia menunjukkan kalau dirinya tak gentar menghadapi cacian dari seluruh dunia sekalipun.

Piala Dunia 1994: Piala Dunia terakhir Maradona sebagai pemain sepak bola. Di sinilah karirnya tercoreng karena kasus doping yang terungkap saat turnamen sedang berlangsung. Usianya memang tak lagi muda tapi ia tetap mampu membuat satu gol cantik ke gawang lawan. Dan yang paling membekas dari gol tersebut adalah perayaannya di mana Maradona berlari ke pinggir lapangan, menghampiri kamera yang tengah menyorot dengan ekspresi wajah penuh amarah. Itulah ekspresi pelepasannya yang paling emosional untuk menjawab semua kritikan yang mengarah padanya selama ini. Maradona melampiaskannya dengan mata melotot dan teriakan keras yang memperlihatkan urat-urat kencang di wajahnya.

Ya, Maradona mungkin tidak selalu tampil sebagai pemain sepak bola yang baik, tapi yang jelas ia sangat berkarakter dan itu membuatnya jadi sosok yang karismatik dan tidak pernah membosankan. Dialah daya tarik yang membuat para penonton, baik sebagai penggemar atau pembencinya, rela duduk menantikan "keajaiban" yang ia ciptakan di atas lapangan rumput. Maradona adalah dunia tersendiri, tak bisa tergantikan, dan tak termakan zaman.

Sekali lagi, dunia tidak hanya kehilangan seorang legenda, tetapi seorang ikon, seorang master, seniman, rockstar, Dewa, yang suatu kali menyulap benda bernama bola jadi pusat dunia. Selamat jalan, Diego!

No comments:

Post a Comment

Inovasi Permainan Kasino Satuslots: Apa yang Akan Datang di Masa Depan?

  Industri perjudian kasino   satuslots   terus bergerak maju dengan cepat, didorong oleh perkembangan teknologi dan permintaan konsumen   s...