Saturday, November 26, 2022

KISAH HITLER DI DALAM PIALA DUNIA

 Pria yang identik dengan kumisnya itu memoles sepakbola untuk dijadikannya sebagai instrumen penyebarluasan paham Nazi. Dua di antaranya yakni ras arya (kulit putih) adalah ras paling unggul di muka bumi serta Yahudi adalah kaum yang patut dibenci.

Pada Olimpiade 1936, kemenangan salah satu cabang olahraga lari diraih oleh pria kulit hitam asal Amerika bernama Jesse Owens. Sontak hal ini membuat Hitler gusar. Albert Speer dalam buku Inside the Third Reich menuliskan Hitler berang bukan main dan mengeluarkan sumpah serapah kepada Owens.

"Fisik mereka lebih kuat daripada orang kulit putih beradab dan karenanya harus dikeluarkan dari pertandingan mendatang," kata Hitler kala itu.

Karena pengaruh kuat Hitler di Jerman pada masanya, Federasi Sepakbola Jerman (Deutscher Fussball-Bund/DFB) secara tak sadar turut andil menyebarkan paham yang dibawa Hitler. Saat itu berbagai aturan diterapkan DFB untuk menancapkan kekokohan Nazi. Salah satunya, tim yang bertanding dengan timnas Jerman harus memberikan salam penghormatan khas Nazi.

Inilah yang sempat memicu ketegangan kala Jerman menjalin pertandingan persahabatan dengan timnas Inggris di Berlin. Pemain Inggris diberi tekanan jika mereka tak melakukan salam penghormatan, dikhawatirkan situasi akan memanas. Akhirnya pemain Inggris luluh dan memberikan penghormatan Hail Hitler. Ketika kembali ke Inggris, para pemain The Three Lions dihujat habis-habisan oleh suporter sendiri dengan diolok sebagai 'pengecut'.

Hitler seakan membuat atmosfer sepakbola harus sesuai dengan kehendaknya. Lawannya secara otomatis, mau tak mau larut dalam ruang Nazisme. Karena ada aturan tak tertulis yang sudah disepakati bersama: tak taat perintah Hitler, siap-siap dikirim ke akhirat!

Matthias Sindelar salah satu pesepakbola yang 'dicabut' nyawanya oleh Nazi. Pria yang lahir tahun 1903 itu menolak bergabung dengan timnas Jerman dan lebih memilih membela timnas Austria. Bahkan, Sindelar selebrasi dengan menari-nari di depan simpatisan Nazi usai mencetak gol yang membawa Austria menang 2-0 atas Jerman.

Nahas, tarian selebrasi itu mengantar Sindelar ke pangkuan Tuhan. Tubuhnya ditemukan tak bernyawa di kediamannya usai menghirup gas beracun.

Siapa yang hendak menodai kejayaan Nazi, maka konsekuensinya tak main-main. Model 'senggol bacok' adalah istilah zaman sekarang yang tepat menggambarkan keadaan saat itu. Meskipun hanya sekedar pertandingan persahabatan, Nazi tetap tak mau kalah.

Menurut Hitler, Jerman harus pandai dan unggul di segala bidang, termasuk sepak bola. Sindelar hanya satu dari sekian banyak nyawa-nyawa yang melayang karena kebijakan Nazi di sepak bola. Asal kalian tahu, kekejaman Nazi juga pernah menghabisi nyawa 1 tim.

Sebagai contoh akan kezaliman rezim Nazi yakni insiden kemenangan klub 'baru' asal Ukraina, FC Start, atas klub angkatan udara Nazi, Flakelf, dengan skor 5-1. Dedengkot Nazi tak terima dengan kekalahan itu. Mereka merasa harga diri sudah diinjak-injak oleh FC Start. Flakelf meminta pertandingan ulang 3 hari setelahnya pada 9 Agustus 1942 yang dikenal dengan 'The Death Match'.

Dari istilahnya saja sudah bikin bulu kuduk berdiri. Orang awam yang mendengar istilah The Death Match sekalipun pasti sudah paham. Akan ada nyawa yang dipertaruhkan dalam atau setelah pertandingan itu.

Sebelum pertandingan berlangsung, para pemain FC Start sudah menerima serangkaian ancaman. Bahkan Nazi membuat poster pertandingan ulangan tersebut dengan judul besar 'Balas Dendam'. Ancaman tak sampai di situ. saat pemain sedang bersiap-siap, ada salah satu perwira Jerman yang mengenakan seragam Waffen-SS (pasukan elite Hitler) datang ke ruang ganti FC Start. Ia berkata:

"Saya wasit pertandingan hari ini. Saya tahu Anda adalah tim yang sangat bagus. Harap ikuti semua aturan, jangan melanggar aturan apa pun, dan sebelum pertandingan sapa lawan Anda dengan cara kami (hormat Heil Hitler)," kata pria berseragam itu.

Pertandingan pun dimenangkan dengan FC Start dengan skor 5-3. Kemenangan yang seharusnya disambut dengan suka cita malah berujung duka. Penyerang Start, Nikolay Korotkykh, disiksa sampai mati oleh Gestapo, polisi rahasia Jerman. Pemain Start lainya satu per satu dieksekusi di Kamp Konsentrasi Siretz. Bahkan saat ditembak mati, kiper Start, Trusevich, masih mengenakan seragam kipernya.

Hitler juga melakukan diskriminasi terhadap klub-klub yang terafiliasi atau memiliki pemain berdarah Yahudi. Bayern Munich, Eintracht Frankfurt, dan FSV Frankfurt pernah dijuluki judenklub atau klub Yahudi oleh Hitler karena banyak staf dan pemain yang keturunan Yahudi. Imbasnya, sebagian besar petinggi klub mengungsi ke Inggris. Beberapa suporter juga serempak pindah haluan dan memilih tidak mendukung ketiga klub itu ketimbang nyawanya melayang.

Karena kebrutalan dan diskriminasi Adolf Hitler di masa lalu, masyarakat Jerman masa kini sama sekali tak sudi disangkutpautkan dengan Der Fuhrer. Pria berkumis nanggung itu dianggap sebagai aib, nista, noda, dan sebagainya.

Bahkan di zaman now sempat ramai klaim Hitler menggemari atau dekat denga klub Jerman tertentu, yang lantas mencak-mencak akibat klaim kedekatan tersebut.

Dalam salah satu edisinya, majalah The Times menuliskan Hitler adalah fans FC Schalke 04. Hal itu dilandaskan karena para pemain Schalke mendapatkan perlakuan istimewa dari Hitler dengan ditempatkan di barisan belakang medan perang. Sedangkan pesepakbola lainnya wajib berperang di garis terdepan. Sampai-sampai FC Schalke 04 mengirim surat protes ke redaksi majalah The Times dan menolak bahwa Hitler merupakan penggemar Schalke.

Lalu, ada Hertha Berlin yang dituduh bagian dari perkembangan Nazi di Jerman. Alasannya simple, Hertha bermarkas di stadion yang dahulu dibangun oleh Hitler dan kawan-kawan, yakni Olympiastadion Berlin.

Petinggi klub, Bernd Schiphorst, menolak mentah-mentah kabar itu. Riset dari Profesor Daniel Koerfer ditemukan fakta bahwa relasi antara Hertha dan Nazi tidak terlalu kuat. Pasalnya 400 staf dan pemain Hertha (kala Hitler berkuasa) menolak eksistensi Nazi.

Selain itu, 1. FC Nurnberg juga disebut-sebut sebagai klub yang dianakemaskan Adolf Hitler. Angka '1' pada nama klub itu diisukan merupakan pemberian dari Adolf Hitler. Seperti halnya Hertha dan Schalke, 1. FC Nurnberg membantah informasi itu dengan menyebut angka '1' itu sudah ada sejak klub berdiri pada 1907.

Idealnya, sepakbola bukanlah sebuah alat propaganda untuk menyebarkan paham serta ideologi yang sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan olahraga populer sedunia ini. Sepakbola bukanlah tempat berpolitisasi.

Sepakbola adalah karya agung dari Tuhan yang Maha Kuasa yang bisa dimainkan oleh siapapun, dari negara, suku, ras, dan agama apapun. Tidak bijak rasanya jika mengkotak-kotakan sepakbola. Apalagi sampai menggunakan cara-cara primitif (baca: kekerasan) seperti yang diterapkan Hitler dan Nazi-nya.

No comments:

Post a Comment

Inovasi Permainan Kasino Satuslots: Apa yang Akan Datang di Masa Depan?

  Industri perjudian kasino   satuslots   terus bergerak maju dengan cepat, didorong oleh perkembangan teknologi dan permintaan konsumen   s...