Bukan, ini bukan kisah tentang Alexander III atau yang biasa kita kenal sebagai Alexander Agung. Alexander I dari Epirus adalah saudara kandung Olympias, Olympias menikah dengan Phillip II dari Makedonia dan mereka memiliki putra bernama Alexander III.
Latar waktu : Yunani daratan bagian tengah, 359 SM.
Ini beberapa tahun sebelum Alexander III menyeberang ke Asia melalui Hellespont pada 334 SM. Pada masa ini, Era Emas Athena, Sparta dan Thebes yang membentang sekitar 120 tahun segera berakhir, kekuatan Yunani lemah dan terpecah-pecah, dan berada dalam bayang-bayang kejayaan masa lampau. Pemuda yunani dengan ambisi tinggi mencapai kejayaan dan kekayaan akan meninggalkan kampung halaman, berpetualang ke wilayah jauh bahkan mungkin bekerja sebagai tentara bayaran bagi pasukan manapun di daerah lain. Dan dari utara, perlahan kerajaan Makedonia dan Molossia tengah berkembang.
Molossia.
Molossia berada di sebelah utara dari kekuatan-kekuatan utama Yunani, tanah yang disebut sebagai rumah bagi Achilles dan keturunannya. Karena posisinya yang berada di sisi terluar Yunani, Molossia dan Makedonia menjadi area konflik yunani dengan suku-suku barbar dari utara, Thracia dan Illyria. Dalam banyak kesempatan Molossia harus menghadapi kenyataan pahit wilayahnya menjadi target penjarahan dan perampokan yang dilakukan suku-suku barbar ini, orang-orang Molossia tidak asing dengan perang (siapa yang tidak asing dengan perang pada masa ini?).
Bagi orang-orang yunani lainnya, Molossia dan Makedonia berfungsi layaknya area buffer yang harus dilewati oleh suku-suku barbar dari utara untuk bisa menjarah wilayah Yunani tengah yang lebih kaya. DI Molossia terdapat area yang dikeramatkan oleh penduduknya, dan orang-orang yunani lainnya. Area yang dikenal sebagai Dodona ini menjadi tempat pemujaan dewa Zeus sekaligus tempat ibadah bagi Oracle dalam memberi ramalan dan petunjuk spiritual bagi orang-orang Yunani. Sekadar info, tempat ibadah dan pemujaan seringkali juga menyimpan kekayaan hasil sumbangan para jemaatnya.
Aliansi Molossia-Makedonia.
Pada 358 SM tercapai kesepakatan antara Arybbas, raja Molossia dengan raja ambisius yang masih muda dari Makedonia, raja Phillip II. Kesepakatan ini mempercepat perkembangan Molossia dari sebuah daerah yang tidak dikenal di Yunani menjadi salah satu kerajaan besar, sejajar dengan Athena, Sparta atau Thebes. Tidak hanya bagi Molossia, kesepakatan ini juga nantinya membuat Phillip II dan Makedonia berkembang pesat hingga putranya membuat sejarah yang dikenang banyak orang hingga sekarang.
Phillip II dari Makedonia.
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, kedua kerajaan yang berada di batas terluar orang-orang yunani ini secara konstan menjadi buffer zone Yunani, menjadi target penyerangan suku-suku barbar dari utara. Raja Arybbas dan Phillip II jengah dengan kondisi ini dan sepakat untuk bersama-sama memerangi suku-suku barbar di batas wilayahnya.
Untuk mengikat aliansi ini, raja Phillip II menikahi keponakan dari raja Arybbas yang cantik bernama Olympias.
atas kiri : potret keluarga samawa, berurutan dari kiri ke kanan, Olympias, Phillip II dan Alexander III.
atas kanan : Olympias.
gambar dari potongan film Alexander (2004)
Raja Arybbas juga memiliki keponakan lainnya, pemuda ambisius yang juga saudara kandung dari Olympias bernama Alexander I. Bersamaan dengan saudarinya, Alexander menjadi dekat dengan Phillip II dari Makedonia.
Aliansi mulai goyah.
Tanpa ada catatan yang pasti menjadi penyebabnya, aliansi antara Arybbas dan Phillip II berubah menjadi tidak menyenangkan. Pertikaian besar meletus tanpa ada tanda-tanda konflik akan segera mereda setelahnya. Peperangan antara dua kerajaan yang baru saja menjalin persekutuan ini sepertinya hanya menunggu waktu, Phillip II memilih membuat langkah sebelum lawannya.
Raja Phillip II menghimpun pasukannya dan berangkat menyerang Molossia pada 350 SM, Phillip II berhasil mengalahkan pasukan Arybbas dan menjadikan Alexander I sebagai tawanan kerajaan sebagai jaminan agar Arybbas tidak mengkhianatinya kelak. Sekadar info, tawanan kerajaan (royal hostage) ini berbeda dengan sandera atau tawanan lainnya yang akan disekap di penjara, royal hostage mendapat perlakuan seperti tamu, kenyamanannya sebagai aristokrat tidak akan berkurang. Namun seorang royal hostage tidak bebas bepergian dan menjadi jaminan bagi pihak penyekapnya.
Alexander I dari Molossia.
Alexander I masih remaja saat dia menjadi tawanan Phillip II dan akan menjalani sisa masa remajanya berada di pusat Makedonia. Di masa ini Alexander mengobservasi, belajar dari jenderal-jenderal lainnya dari Makedonia, seperti Parmenion, Coenus, Cleitus dan saudara iparnya : Phillip II. Alexander mempelajari banyak hal dari aksi-aksi heroik mereka, mempelajari kharisma mereka dan belajar kepemimpinan secara langsung.
Selama menjadi tawanan di Makedonia akan menjadi salah satu masa-masa berharga bagi hidupnya. Menyaksikan secara langsung kejayaan Phillp II dalam pertempuran, membuat Alexander muda berambisi memiliki kejayaannya sendiri melalui perang dan penaklukan. Phillip II yang secara tidak langsung menjadi mentor, menjadi standar yang sangat tinggi bagi Alexander I. Alexander ingin kelak bisa melampauinya.
Pergolakan di Molossia pada 343 SM.
Saat Alexander I belajar seni perang dan kepemimpinan di Makedonia, di tempat lainnya, Molossia tengah kesulitan. Alexander I tidak cukup untuk menjadi jaminan hubungan Makedonia-Molossia selamanya damai. Setelah menjadi sekutu 15 tahun yang lalu, situasi mempertemukan Arybbas dengan Phillip II lagi sebagai lawan di medan pertempuran. Phillip II mengalahkan Arybbas dan membuatnya hidup di pengasingan di Athena selama sisa hidupnya.
Phillip II berhasil menyingkirkan Arybbas dari tahta, Molossia kini menjadi wilayahnya dan menjadikan Alexander I sebagai kepanjangan tangannya untuk memerintah wilayah Molossia. Alexander I pulang ke Molossia dengan membawa banyak ilmu yang berharga dari Phillip II dan jenderal-jenderalnya, modal berharga baginya untuk menjadi calon pemimpin yang hebat.
Molossia setelah invasi Phillip II.
Alexander I tidak mewarisi Molossia yang sama dengan yang dipimpin oleh Arybbas, wilayahnya menjadi bertambah luas karena aksi militer Phillip II. Tiga kota pelabuhan menjadi bagian dari wilayah baru Molossia, kota Pandosia, Bucheta dan Elatria akan menjadi aset penting bagi Molossia untuk mengakses laut Mediterania, jalur perdagangan ramai saat itu.
Pada era Arybbas, Molossia hanyalah satu dari banyak kerajaan kecil yunani lainnya, di sekitar Molossia, di sebelah barat dan utara juga terdapat kerajaan lainnya, yaitu Thesprotia dan Chaonia. Jika Alexander berambisi melakukan ekspansi ke barat, maka menjalin aliansi dengan negara tetangganya akan sangat bermanfaat dan krusial. Sekadar info, di sebelah barat Yunani, di seberang laut Adriatik, di semenanjung Italia yang dulu disebut sebagai Magna Graecia adalah wilayah yang menjadi koloni-koloni orang Yunani.
Persekutan tiga negara bertetangga (Molossia-Thesprotia-Chaonia) yang menghuni wilayah bernama Epirus ini menjadi awal kerajaan Epirus. Molossia, Thesprotia dan Chaonia mendukung upaya Alexander I untuk melakukan invasi ke barat, mereka menunjuk Alexander I sebagai pemimpin kampanye militer ini.
Kerajaan Epirus.
Salah satu yang membedakan negara-negara di batas terluar Yunani dengan negara-negara di tengah Yunani adalah kedisiplinan tentaranya. Tiga kata yang menggambarkan mereka yang berada di utara : tidak terorganisir, tidak disiplin dan terbelakang. Selama beberapa tahun menjadi wilayah yang diporak-porandakan oleh suku-suku barbar jelas membuat wilayah Epirus terlihat tertinggal dibanding negara Yunani lainnya.
Tidak ada bangunan dengan arsitektur megah, atau kuil indah yang memperlihatkan keagungannya seperti kota Athena, Corinth atau Thebes. Yang ada di Epirus hanyalah wilayah-wilayah dengan medan terjal dengan pemukiman yang berjauhan satu sama lainnya.
Untuk pertama kalinya, suku-suku yunani yang menghuni wilayah Epirus bersatu, menghimpun kekuatan dan bersama-sama mengamankan perbatasannya tetap aman. Sebelum menyeberang ke barat, mereka harus terlebih dahulu mengamankan perbatasannya dari serangan suku-suku barbar Illyria di utara perbatasan. Mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman selama masa menjadi tahanan di Makedonia, Alexander melakukan upaya yang sama dengan Phillip II : melakukan reformasi militer.
Reformasi militer Epirus.
Ketika menjadi tawanan di Makedonia, Alexander menyaksikan perubahan yang dilakukan Phillp terhadap militernya. Phillip memberikan pelatihan kepada calon tentaranya secara masal, melatih mereka berkoordinasi dan bergerak sebagai satu kesatuan. Inovasi militer ini terbukti mematikan, efektik dalam pertempuran, dan salah satu peran penting dalam kesuksesan Phillip II. Alexander menyaksikan semua perubahan radikal ini dan berusaha menyalinnya ke militer Epirus.
Satu hal pertama yang disalin adalah senjata baru dalam pertempurang : tombak sepanjang 6 meter yang disebut sarissa. Alexander mempersenjatai pasukannya dengan tombak serupa dan melatih mereka berbaris dan bergerak sebagaimana yang dilakukan Phillip II.
Hal penting lainnya dalam formasi pike-phalanx ciptaan Phillip : pasukan berkuda. Alexander juga melakukan perubahan terhadap pasukan berkudanya dengan memberi pelatihan kepada mereka.
Sebelum semua perubahan dan pelatihan ini, pasukan Epirus hanyalah berupa gerombolan rakyat jelata yang kacau dengan senjata seadanya, sekarang pasukannya telah dilatih menyerupai pasukan Phillip II dari Makedonia. Kesempatan Alexander I untuk melakukan penaklukan besar sepertinya hanya menunggu waktu saja. Dia perlu perang dimana dia bisa memamerkan bakat dan pasukannya di medan pertempuran. Barat, di Italia adalah tujuannya, kekayaan dan kejayaan menunggu bagi mereka yang mampu menaklukan kota-kota yunani di semenanjung Italia. Mampukan Alexander menjemput kejayaan yang menjadi ambisinya?
No comments:
Post a Comment